Senin, 25 Oktober 2010

loyalitas yang rendah

Pentingkah loyalitas konsumen terhadap sebuah merek? Bagi marketer/perusahaan, loyalitas pelanggan (consumer loyalty) merupakan tujuan utama yang terus-menerus diupayakan, karena dengan itu dipastikan perusahaan akan menangguk keuntungan besar. Istilah loyalitas pelanggan sebetulnya berasal dari loyalitas merek (brand loyalty) yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu.

Menurut Aaker (1997), loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran kedekatan yang dimiliki oleh seorang konsumen dengan sebuah merek. Loyalitas dimunculkan dari kepuasan yang diperoleh konsumen yang melibatkan komitmen konsumen itu untuk membuat investasi yang terus-menerus dengan merek atau perusahaan tertentu.

Sedangkan Mowen dan Minor (1998) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.

Definisi ini didasarkan pada pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Pendekatan perilaku mengungkapkan bahwa loyalitas berbeda dengan perilaku beli ulang. Loyalitas merek menyertakan aspek emosi, perasaan atau kesukaan terhadap merek tertentu di dalamnya, sedangkan pembelian ulang hanya perilaku konsumen yang membeli berulang-ulang.

Loyalitas konsumen terhadap merek mempunyai berbagai tingkatan, dari loyalitas yang paling rendah hingga loyalitas yang paling tinggi. Semakin tinggi loyalitas terhadap suatu merek makin sulit konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk harga.

Tentang loyalitas terhadap merek ini, MARS Indonesia telah melakukan riset pasar seputar ”Perilaku Belanja Konsumen Indonesia 2009” di 8 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang), terutama untuk produk makanan/minuman, kosmetika, toiletries, dan barang rumah tangga.

Hasilnya, untuk produk makanan/minuman, konsumen mie instant memiliki loyalitas paling tinggi ketimbang konsumen teh hijau siap minum, minuman ringan bersoda, minuman energi cair, maupun konsumen teh siap saji sekalipun.

Sedangkan konsumen yang loyalitasnya sangat cair (volatile), maksudnya jika ada produk lebih bagus mereka berpindah merek adalah kosumen teh hijau siap minum. Sementara, jika ada produk memberi diskon/hadiah mereka berpotensi pindah merek adalah konsumen minuman energi cair. Adapun konsumen yang loyalitasnya paling rendah lantaran suka gonta-ganti merek adalah konsumen minuman ringan soda.

Lalu, untuk produk kosmetika, konsumen bedak wajah memiliki loyalitas merek paling tinggi (setia pada satu merek saja) dibandingkan konsumen lipstik, facial foam, dan hand&body lotion. Sedangkan konsumen hand&body lotion loyalitasnya sangat cair (volatile), mereka suka berpindah merek jika ada produk lebih bagus ataupun ada merek yang memberi diskon/hadiah. Mereka juga suka gonta-ganti merek, sehingga loyalitasnya bisa dibilang sangat rendah.

Lain halnya dengan produk toiletries, konsumen pasta gigi yang paling tinggi loyalitasnya terhadap sebuah merek. Sementara konsumen sabun mandi cair mudah berubah jika ada merek yang lebih bagus. Begitu pula konsumen pembelut wanita gampang berganti jika ada merek yang memberi diskon/hadiah. Adapun yang paling rendah tingkat loyalitasnya adalah konsumen sabun mandi padat dan shampoo.

Selanjutnya, untuk produk barang rumah tangga, yang memunyai tingkat loyalitas paling tinggi terhadap suatu merek adalah konsumen detergen bubuk. Sebaliknya, yang loyalitasnya paling rendah, juga suka ganti merek jika ada yang lebih baik atau yang memberi diskon/hadiah adalah konsumen minyak goreng. ***

sumber : http://marsnewsletter.wordpress.com/2010/01/25/305/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar